ARTICLE AD BOX
“Kami laporkan bahwa juga di Bali ini, laporan ke KY itu masuk dalam sepuluh besar. Jadi, karena sepuluh besar tentunya mendapat perhatian. Contoh (kasusnya) banyak ya, ada mafia tanah dan macam-macam,” kata Mukti usai melakukan pertemuan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Denpasar, Kamis (7/11/2024).
Kata Mukti yang juga Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi ini, dengan angka laporan masuk sepuluh besar ini, KY tidak bisa bekerja sendiri meski sudah ada Kantor Penghubung KY di Jalan Suli, Denpasar. Untuk itu, diperlukan sinergi dengan lembaga lain, seperti Kejati Bali.
Merespons kondisi ‘kesehatan’ peradilan di Bali dan juga menyusul adanya penangkapan ZR, Mukti menuturkan bahwa KY dan Kejati Bali bakal mendalami potensi adanya makelar peradilan lain di Pulau Dewata. “KY dan Kejati Bali bersepakat mendalami lebih jauh apabila ada ZR, ZR yang lain atau mafia-mafia yang terjadi di sini,” imbuhnya.
Mukti yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menegaskan, angka laporan dari Bali menjadi basis melihat besar-kecilnya potensi adanya praktik mafia peradilan. Namun, tidak lantas menjadi dasar ‘memvonis’ bahwa peradilan di Bali bobrok.
“Ya, laporan itu tidak mengindikasikan langsung bahwa di sini jelek. Tapi, bahwa ada potensi-potensi yang cukup, kalau dilihat dari jumlah provinsi (di RI) kemudian ada di urutan sepuluh besar, kan cukup jadi perhatian besar KY di sini,” tegas Mukti. *rat